Selasa, 17 Maret 2015

7 ETOS KERJA MUSLIMIN


1. Kerja Ikhlas
Firman Allah SWT,
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
 “Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?"  (QS. Ash-Shaffaat (37:102).
Ayat  tersebut menunjukkan keikhlasan nabi Ubrahim, betapa ikhlas Nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah bahwa ia harus menyembelih anaknya Ismail. Saat itu Ismail adalah anak satu-satunya yang sangat dicintai, yang proses kelahirannya pun butuh perjuangan yang tidak mudah bagi Nabi Ibrahim as. Bisa dibayangkan betapa kagetnya beliau ketika menerima wahyu dari Allah yang  diluar batas logika manusia, padahal Ismail baru saja menginjak remaja, baru berusia baligh, yang tentu saja saat itu akan sangat diharapkan oleh nabi Ibrahim, nabi Ismail dapat membantu dakwah dan kehidupannya..
Sebuah wahyu yang sangat dahsyat menggoncang jiwa. Tapi, subhanallah, Nabi Ibrahim tidak protes kepada Allah atas wahyu yang diterimanya. Ia yakin Allah takkan menzolimi hamba-hambaNya. Bisa kita bayangkan kalau hal itu terjadi pada diri kita. Jangankan menjadi sebagai pelaku seperti nabi Ibrahim yang harus menyembelih anaknya sendiri, menjadi sebagai penonton saja, misalkan kita hidup semasa dengan nabi Ibrahim dan kita bisa langsung melihat kejadiannya, tidak mustahil kita termasuk orang yang pertama-tama menentang kejadian itu dan menuduh nabi Ibrahim dengan sangkaan yang tidak-tidak, Na’uudzubillahi min dzaalik.
Demikian juga dengan keikhlasan nabi Ismail untuk disembelih, sama seperti halnya nabi Ibrahim. Tidak pernah protes pada Tuhannya maupun pada Ayahnya atas wahyu ini. Tapi justru nabi Ismail menenangkan sang ayah dengan ucapannya :
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".(QS. Ash-Shaffaat (37:102).
Subhanallah, Walhamdulillah, Wa Laa ilaah illallah, Allahu Akbar. Betapa tingginya kesabaran dan keikhlasan kedua nabi yang berstatus ayah dan anak ini, yaitu Ibrahim as dan Ismail as. Mari kita belajar ikhlas dari perjalanan mereka berdua, semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang ikhlas, sehingga kita  jadi orang yang dibenci dan dihindari oleh Syaitan tapi disayang dan diridhai oleh Allah SWT, karena Syaithan telah berjanji dihadapan Rabb-nya, dengan berkata :
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)
"Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang IKHLAS di antara mereka". (Q.S. Al-Hijr : (15:39-40)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
2. Kerja Jelas
Sejak muda, nabi Ibrahim adalah tipe pemuda yang tidak pernah ikut-ikutan tanpa kejelasan maksudnya.  Ayahnya adalah sebagai penjual berhala. Tapi beliau tetap tidak mau mengikutinya, karena bagi beliau menyembah berhala adalah perbuatan yang tidak jelas tanpa makna. nabi Ibrahim pun bertanya kepada ayahnya
أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ (95) وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
"Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(QS. Ash-Shaffaat (37:95-96).
Kisah nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita agar selalu menjadi manusia yang hanya melakukan sesuatu dengan ilmu, dengan jelas, tidak ikut-ikutan.  Sebagaimana Firman Allah :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al Isro (17) : 36)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
3. Kerja Tegas
Setelah jelas, kita harus-lah tegas, yaitu berani mengambil sikap, menentukan sebuah pilihan. Begitupun Nabi Ibrahim, setelah jelas itu adalah merupakan wahyu Allah SWT, maka Nabi Ibrahim-pun mengkonfirmasi pilihan ini kepada nabi Ismail. Ia pun hendak mengetahui sejauhmana tanggapan dan keimanan nabi ismail terhadap wahyu ini. Dan Subahanallah, nabi Ibrahim pun menemukan nabi Ismail sebagai anak yang tegas dalam kesabaran dan kebenaran.
Karena ketegasan itulah kisah mereka diabadikan menjadi sejarah yang luar biasa di dalam Al-Quran, yang mana hikmahnya terus mengalir sepanjang masa. Orang-orang yang tegas dalam memilih kebenaran, seringkali menjadi sejarah gemilang dalam kehidupan. Sedangakan para peragu alias orang yang tidak tegas dalam menegakkan kebenaran , tidak akan pernah membuat sejarah gemilang, kecuali goresan-goresan luka dalam kehidupan dunia, dan tentunya akan semakin bertambah luka dalam kehidupan akhirat.
Sudahkah hari ini kita tegas dalam menyikapi hidup. Yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil. Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan mengandung resiko yang tidak bisa dipilih, karena sudah satu paket dengan pilihannya. Marilah kita membuat sejarah dalam hidup kita yang singkat ini. Buatlah sejarah, bukan sekesar kisah. Jadikanlah hidup kita yang singkat ini bermanfaat buat semesta hingga akhir masa, sebagai buah dari ketegasan kita dalam melaksanakan kebenaran.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
4. Kerja Pantas
Jangan membenarkan hal-hal yang biasa, tapi harus membiasakan hal-hal yang benar. Kebiasaan itu tidak selamanya baik tapi yang baik harus dibiasakan. Itulah hidup yang pantas bagi insan bertaqwa. Pantas atau tidaknya sebuah pekerjaan tidak bisa hanya diukur dari aturan main kebanyakan logika manusia. Mari kita pertanyakan secara logika, pantaskah seorang ayah menyembelih anaknya? Artinya disini seharusnya kita belajar, jangan pernah menuhankan logika kita. Sebab pantas tidaknya suatu pekerjaan sangat tergantung aturan main yang telah ditentukan oleh Allah, bukan manusia.
Jangan sampai kita termasuk manusia-manusia bodoh dengan mengatakan : “Tidak pantas aturan ini diterapkan di Indonesia, tidak berperikemanusiaan, tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia….dsb” Wahai saudaraku seiman yang sangat merindukan rahmat-Nya, lalu dimanakah kita meletakkan aturan Allah? jika kita meremehkannya dengan pendekatan logika manusia yang fana. Hal itu telah dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?. QS. Almaidah (5:50).
Mari kita belajar kembali dari kedua nabi yang luar biasa itu. Kepantasan itu adalah kesesuai dengan instruksi Ilahi, bukan kesesuaian dengan logika emosi yang sempit. Dan bukankah akhirnya terbukti, bahwa Allah pun menukar perintahNya dengan mengganti ismail dengan seokar domba besar yang sangat sehat untuk disembelih.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
5. Kerja Prioritas
Berpikirlah prioritas. Utamakan akhirat tapi jangan lupakan dunia. Utamakan Ruhani tapi jangan lupakan jasmani. Utamakan perintah Ilahi tapi jangan lupakan urusan-urusan duniamu. Allah SWT, berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi . (QS. Al-Qashash (28:77).
Kalau Ibrahim lebih mencintai dunia dibandingkan akhirat yang abadi, tentu ia akan memprioritaskan keselamatan anaknya dibandingkan wahyu dari Allah. Tapi Ibrahim yakin, justru ketika ia mengutamakan akhirat maka dunia pun akan ia dapatkan. Sebab yang terjadi, bukannya Ibrahim kehilangan Ismail tetapi justru Ibrahim diberi kabar gembira akan hadirnya seorang anak beliau yang kedua, anak yang sholeh, anak yang pintar yang bernama Ishaq.
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (112)
‘Dan kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. ".(QS. Ash-Shaffaat (37:112).
Sering kita dengar sebuah paradigma yang sesat yang mengatakan “kejarlah dunia tapi jangan lupakan akhirat” sepintas, kedengarannya seperti sebuah pepatah yang menyelamatkan, karena memang syaithan telah menjadikan manusia memandang baik terhadap kemaksiatan di dunia ini padahal paradigma tersebut adalah sesat dan menyesatkan,  itu termasuk perbuatan dholim, karena telah mengganti hukum Allah, merubah Kitabullah yaitu memprioritaskan apa yang tidak diprioritaskan Allah SWT. Na’udzubillahi min dzalik. Allah SWT berfirman :
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (59)
Lalu orang-orang yang dzalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang dzalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (QS. Al-Baqarah (2:59).
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
6. Kerja Kualitas
Yang berikutnya adalah kerja KUALITAS. Hari ini kita cenderung ingin mendapatkan yang terbaik, tapi enggan untuk memberikan yang terbaik. Ketika bertemu seseorang, Para pecundang selalu berpikir : “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang itu…” sedangkan para pemenang selalu berpikir “Apa yang bisa saya berikan kepada orang itu…”
Hidup berkualitas adalah hidup yang berorientasi memberi. Maka ketika ia memiliki dana untuk kurban sapi atau kambing terbaik, ia pun berusaha melakukannya. Dia akan berpikir “Saya akan berikan yang terbaik buat fakir miskin”, bahkan ia bisa saja sampai lupa bahwa ia pun sebenarnya punya jatah sepertiga dari sembelihannya. Sedangkan orang biasa lebih suka berpikir “buat apa berkurban tahun ini, tahun kemarin kan sudah, apalagi sepertinya tahun ini sudah cukup banyak yang berkurban, nanti fakir miskinnya malah keenakan…jadi pemalas” atau bisa juga berpikir “buat apa kurban sapi/kambing terbaik, yang kurus juga bisa.. murah lagi…kan yang penting ikhlas…dst…seterusnya...”
Marilah kita belajar dari Ibrahim yang sangat menjaga kualitas hidupnya dan kualitas ketaqwaannya. Lihatlah Allah pun memberikan domba terbaik buat disembelih oleh Ibrahim. Mari kita berikan yang terbaik semampu kita, terkecuali memang tidak ada lagi dana, tentu saja Allah Maha Mengetahui.
Hidup berkualitas bisa disimpulkan dengan dua pertanyaan : 1. Mengapa kita harus meminta, kalau memberi masih ringan bagi kita? 2. Mengapa harus memberi yang biasa saja, kalau kita masih mampu memberikan yang terbaik. Berikan yang terbaik, maka kita akan mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT..
Begitulah pengorbanan Nabi Ibrahim as, ia pun berkurban yang terbaik. Ismail adalah anak yang paling dicintainya. Paling dicintainya dari apapun yang ada di dunia ini, kecuali Allah. Itu sebabnya, Allah mengujii kepada apa yang paling dicintai oleh Nabi Ibrahim. Mari kita belajar, sudahkah kita mengurbankan apa yang paling kita cintai di dunia ini hanya untuk ALLAH SWT?. Mari kita resapi dengan benar akan firman Allah SWT. :
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (24)
Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Q.S. 9 : 24)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. 3:92)”
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
7. Kerja Tuntas
Akhirnya, tuntaskanlah pekerjaan-pekerjaan kita dengan terus bertawakkal pada Allah SWT. Dan tuntaskanlah kehidupan kita dengan akhir yang luar biasa, Husnul Khotimah. Jangan pernah menjadi pribadi yang menyerah akan tegaknya kebenaran. Seorang pemenang tidak pernah menyerah dan orang yang menyerah tidak pernah menang.
Nabi Ibrahim pun tidak menyerah dengan perintah tersebut. Ia tetap menuntaskannya, sampai datang kebenaran Allah lewat perintah lainnya. Tuntasnya kerja nabi Ibrahim itu tergambar dalam firman Allah SWT, :
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)
Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Ash-shooffaat (37)
Sebuah pekerjaan yang berakhir dengan sukses luar biasa dimana Allah telah membenarkannya dan memberi balasan kepadanya dengan yang lebih baik. Seekor domba yang besar dan sehat adalah piala kemenangan yang sangat luar biasa bagi nabi Ibrahim. Bagaimana kemenangan tersebut tidak luar biasa?, kalau piala tersebut langsung diserahkan oleh Rajadiraja, Penguasa alam semesta, Allah Yang Maha Kuasa, yang tidak akan pernah terjadi lagi dan tidak akan pernah tertandingi kapan-pun dan dimana-pun dari umat ini.
Wahai kaum muslimin, marilah kita belajar menuntaskan apa-apa yang kita kerjakan. Janganlah kita termasuk pribadi yang hanya pandai memulai, tapi tak pandai menyelesaikan apa-apa yang telah kita mulai.